Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2022

Silaturahmi (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-3)

Prof. Quraish Shihab dalam Al-Misbah menafsirkan diksi  haqqohu pada surat Ar-Rum ayat 38 dengan silaturahmi. Menurutnya,  Shilat itu menyambung sementara rahmi  diambil dari kata rahmat yang bisa diartikan sebagai kasih sayang. Sederhananya silaturahmi menurut beliau adalah menyambung kasih sayang. Sementara dalam KBBI silaturahmi diartikan lebih sederhana lagi, yakni tali persaudaraan. Kata silaturahmi yang diserap dari bahasa Arab ini terdiri dari dua kata, yaitu shilah dan   rahim (صلة dan الرحيم). Keduanya dalam gramatika bahasa Arab disebut mashdar . Pada bait dalam kitab Alfiyah, Ibnu Malik menyatakan: قال ابن مالك اَلْمَصْدَرُ اسْمُ مَا سِوَى الزَّمَانِ مِنْ # مَدْلُولَيِ الْفِعْلِ كَأَمْنٍ مِنْ أَمِنْ # بِمِثْلِهِ أَوْ فِعْلٍ أوْ وَصْفٍ نُصِبْ # وَكَوْنُهُ أَصْلاً لِهذَيْنِ انْتُخِبْ Sebagian Ulama menjelaskan bahwa  Mashdar  adalah sumber asal atau kata dasar,bsebelum dibentuknya kata kerja ( fi’il)  dan Isim muyst...

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)

Surat Ar-Rum ayat 36-38 menyajikan gambaran tentang rahmat Allah. Tampilannya ada yang berupa rezeki. Pun berwajah musibah.  Pada ayat 36 tersaji gambaran sikap yang biasanya dianggap "lumrah" dan "fitrah". Saat dapat rezeki dan nikmat, gembira. Saat dapat musibah dan masalah, putus asa. Sikap tersebut disentil Allah pada ayat selanjutnya dengan penegasan; apapun yang tersaji di muka bumi adalah kehendak-Nya.  Jadi, jangan terlalu. Ketika dapat rezeki, ya jangan terlalu gembira. Apalagi sampai menganggap bahwa rezeki yang diperoleh semata-mata hasil usaha dan upaya manusia sendiri. No! Enggak begitu Bang!   Hakekatnya, Allah lah yang melapangkan rezekinya. Pun dengan mereka yang telah berupaya gigih dan keras untuk meraih rezeki tapi masih "seret", hakekatnya itu pun kehendak Allah. Jadi, gak usah terlalu sedih, apalagi sampai putus asa. Walaa tay-asuu min rohmatillah. Kalau begitu, maka yang perlu diupayakan adalah mendekati yang punya kehendak dan kuasa ...

Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-1

Diksi Al-muflihuun (orang-orang yang beruntung)   pun terdapat di surat Ar-Rum Ayat 38.  فَاٰتِ ذَا الۡقُرۡبٰى حَقَّهٗ وَ الۡمِسۡكِيۡنَ وَابۡنَ السَّبِيۡلِ‌ؕ ذٰلِكَ خَيۡرٌ لِّلَّذِيۡنَ يُرِيۡدُوۡنَ وَجۡهَ اللّٰهِ‌ۖ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ‏ Ayat ini penjelasan dari ayat sebelumnya perihal penegasan Allah tentang tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang beriman.  Tanda itu berupa kehendak (kemauan dan otoritas) Allah untuk melapangkan dan membatasi rezeki seseorang.  Ayat 37 ini pun penjelasan dari ayat sebelumnya yang menceritakan tentang tingkah orang-orang yang gembira saat diberi Rahmat dan putus asa saat diberi musibah  Alur sederhananya kira-kira seperti ini: al-muflihun pada ayat 38, berhubungan dengan dua ayat sebelumnya, yaitu ayat 36 dan 37.  Pada ayat 36 berisi tentang sikap manusia yang senang karena dapat rahmat lalu putus asa saat mendapat musibah.  Kemudian di ayat 37, berisi tentang penegasan Allah tentang orang-orang yang...

Syarat Amar Ma'ruf Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-9)

Ya, melaksanakan amar ma'ruf nahi Munkar memang terlihat "sedikit ribet" bahkan rumit dan berat. Karenanya tepatlah diksi yang dipakai adalah "min", "minkum" pada hadits populer tersebut, pun pada Ali Imron ayat 104.  Meski begitu, bukan berarti tidak mungkin dan tidak bisa dilakukan. Siapapun, gimana pun  manusianya, sepertinya punya potensi untuk melakukan amar ma'ruf nahi Munkar. Asal terus belajar dan meningkatkan kapasitas serta kemampuan dirinya. Sebab sekali lagi amar ma'ruf nahi munkar memerlukan pendekatan (approach), metode, teknik, strategi tertentu, karena ini terkait ubah-mengubah, terkait perubahan. Lebih jauh, Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin malah menekankan tentang pelaksanan amar ma'ruf nahi munkar yang mesti memenuhi empat unsur. Pertama, muhtasib (pengawas/pelaksana). Kedua, muhtasab ‘alaih (objek yang diawasi/diajak). Ketiga, muhtasab fih (masalah). Dan Keempat, ihtisab (bentuk pengawasan/penanganan).   Keempat unsu...

"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)

Semua hal terkait mengubah (yughoyyiru), dengan tangan, lisan, dan hati atas suatu kemungkaran pada hakikatnya adalah praktik keimanan. Semuanya adalah bentuk sikap yang lahir dari keimanan. Selain juga berasal dari pola pikir, pemikiran, dan kerja otak. Ini seperti pendapat Imam Ibnu Rajab yang menyatakan amar ma'ruf nahi Munkar merupakan bagian dari praktik keimanan. Seseorang (muslim) yang mampu melakukan praktik keimanan tertentu, lebih utama daripada mereka yang meninggalkan praktik keimanan tersebut karena tidak mampu. Tapi bukan berarti mereka yang melakukan dengan hati adalah yang rendah imannya. Bukan. Sebab pada Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah dijelaskan bahwa "adh'aful iman" bukan berarti orang yang hanya mampu mencegah dan menghentikan kemungkaran dengan hatinya adalah lebih lemah imannya. Sekali lagi bukan.  "Adh'aful iman" lebih kepada hasil dari suatu sikap dan tindakan sebuah praktik keimanan. Adalah buah iman yang paling rendah. Sebab...

Tangan, Lisan, dan Hati dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-7)

Berikutnya diksi yang tertera pada hadits tersebut adalah tangan, lisan, dan hati (فليغيره بيده... بلسانه... فبقلبه). Saya melihat diksi-diksi ini lebih kepada bentuk sikap seseorang saat melihat kemungkaran. Tentu saja, sikap yang lahir dari pola pikir, pemikiran, pengalaman, termasuk keimanan seseorang.  Tangan bisa diartikan dan dilihat sebagai kekuasaan, kemampuan, dan kekuatan. Ketika seseorang punya "tangan" ini, lalu melihat kemungkaran, maka yang harus ia lakukan adalah mengubah kemungkaran itu dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemampuannya.  Tentu saja, kekuatan di sini bukan berarti memberi tonjokan, pukulan, hingga bogem mentah pada pelaku kemungkaran. Tapi mengubahnya dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan yang dimiliki. Istilah sederhananya kebijakan.  Nah, dalam mengambil kebijakan, orang yang punya power macam ini, perlu kembali melihat "amar ma'ruf" yang mendahului dan dempet dengan "nahi Munkar". Bersikap dengan nilai-nilai kebaikan, ...

Antara Maksiat dan Kemungkaran dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-6)

Munkar itu lebih luas daripada maksiat. Setiap sesuatu yang dampak negatifnya lebih besar dan dapat membahayakan kepentingan umum dapat disebut sebagai kemungkaran, meskipun tidak dianggap maksiat. Ini seperti penjelasan Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin yang memisalkan dengan melihat orang gila berzina di muka umum, pun saat melihat anak kecil "mabok", minum "khamar". Hal Ini wajib dicegah, meskipun perbuatan zina bagi orang yang gila tidak termasuk dalam kategori maksiat. Nah, sat melihat (menggunakan "ro-a") yang dianggap Munkar maka yang perlu dilakukan adalah mengetahui hukum-hukum hal tersebut. Pun mesti melihat hal lain yang terhubung dengan perbuatan tersebut. Misalnya, kenapa seseorang mencuri, kenapa seseorang berzina, dan seterusnya. Sebab mengetahui hal-hal seperti ini perlu dan penting jika yang ingin dilakukan adalah mengubah.  Lagi-lagi perlu ditegaskan kembali. Diksi yang dipakai pada hadits tersebut adalah "yughoyyiru" menguba...

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Sementara untuk kemungkaran yang sudah terjadi dan dilakukan, maka yang perlu dilakukan adalah mengubahnya. Nah terkait hadits "man roa minkum munkaron....", Ada beberapa hal yang menarik yang terkait dengan mengubah ini. Pertama, ada diksi "ro-a" (رأى) yang bisa diartikan melihat. Menariknya bahasa Arab, ada banyak kata yang digunakan untuk satu hal. Misalnya melihat ini. Selain kata "ro-a" ada "nazhoro" (نظر) dan "bashoro" (بصر). Semuanya kalau diartikan ke bahasa Indonesia sama-sama melihat.  Tapi, jika ditelusuri lebih jauh ada perbedaan mendasar dari ketiganya. Kata "nazhoro" ini kegiatan melihat yang lebih kepada aktivitas indera penglihatan berupa mata. Misalanya. Saya melihat baju di jemuran. Nah, kegiatan melihat dengan mata ini, inilah "nazhoro". Lalu ketika kegiatan melihat tidak sekadar dengan mata, tapi diikuti oleh penglihatan otak atau berpikir, maka yang digunakan adalah "ro-a". Misalnya baj...

Antara Mencegah dan Mengubah dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-4)

Selain menyeru dengan kebaikan-kebaikan dan memerintah berdasar kearifan-kearifan lokal (ya-muruuna bil-ma'ruf), orang-orang beruntung (al-muflihuun) selanjutnya yang tertera di surat Ali Imron ayat 104 adalah mereka yang (bisa) mencegah kemungkaran (yanhauna 'anil-munkar). Saya jadi ingat, ada hadits yang populer untuk hal ini lalu seperti jadi pegangan bagi mereka yang melakukan sesuatu atas nama dakwah. Hadits kira-kira seperti ini:  من رأى منكم منكرا فليغيره بيده  فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه فلذالك أضعف الإيمان Hadits ini setidaknya bisa dilihat pada lima kitab. Pertama, Shahih Muslim pada kitab al-iman Bab Bayanu Kaun al-Nahy 'an Munkar minal-Iman (bab penjelasan tentang eksistensi mencegah kemungkaran dari keimanan -penulis). Nomor haditsnya 186 dan 187. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Abu Bakar bin Abu Syaibah. Kedua, Sunan Abu Dawud pada kitab al-Shalat bab al-Khutbah Yaum al-Id. Nomor haditsnya 1142. Ada juga di kitab al-Malahim ...

Keberuntungan, Kekuatan, dan Kearifan Lokal. (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-3)

Amar ma'ruf, "Ya-muruuna bil-ma'ruf" bukan sekadar landasan pacu bagi mereka yang ingin berangkat dakwah. Pun bukan tongkat untuk memukul mereka yang salah, apalagi mementung mereka yang (baru) "dianggap" salah atas nama dakwah.  Ali Imron ayat 104 yang nempel (munasabah) dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya pun tak melulu soal dakwah. Sebab turun surat ini pun terkait dengan interaksi sosial dan penyelesaian konflik antara beberapa orang dari suku Aus dan Khazraj yang hampir saja mereka beradu pedang dan kekuatan karena selisih paham.  Saat berinteraksi dengan siapapun, beda pendapat seringkali tak bisa dihindarkan. Bahkan ke mereka yang dianggap dekat sekalipun seperti keluarga, saudara, teman, hingga sahabat. Beda-beda itu lazim. Sunnatullah. Dan udah "bawaan oroknya" seperti itu.  Perbedaan itu tak jarang melahirkan perdebatan bahkan perselisihan. Ini terjadi, biasanya karena pandangan dan pola pikir yang bentuknya seperti kanebo kering. Kar...

Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104 (bag-2)

Tak sedikit yang menyatakan Ali Imron ayat 104 adalah ayat tentang dakwah. Terlebih, di dalamnya ada frasa amar makruf dan nahi Munkar yang terkadang menjadi landasan dan jargon dalam kegiatan (individu atau kelompok) atas nama dakwah. Meski demikian, saya tetap melihat ada unsur lain pada ayat ini yang bisa menjadikan seseorang beruntung. Apa itu? Sekadar gambaran, sebab-sebab turunnya Ali Imron ayat 104; ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف و ينهون عن المنكر و أولئك هم المفلحون   tak disebut secara spesifik. Al-Wahidi dan As-Suyuthi menerangkan sebab-sebab turun (asbab Nuzul) ditemui pada ayat 101 sampai 103, lalu lompat ke ayat 110. Sementara At-Thobari bilang ayat ini turun bersamaan dengan dua ayat sebelumnya. Nah, Ibnu Abbas menjelaskan ayat 101 sampai 103 ini turun karena ada selisih paham beberapa orang dari suku Aus dan Khazraj yang hampir saja beradu pedang.  Dari sebab turunnya ayat, terlihat unsur interaksi, adat istiadat, dan identitas (suku Aus da...

Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron Ayat 104 (bag-1)

Orang-orang yang beruntung dalam Al-Qur'an disebut dengan menggunakan diksi yang di antaranya adalah "al-muflihuun". Diksi ini tertera dua belas (12) kali dan tersebar pada sebelas (11) surat. Yakni, di surat Al-araf ayat 8 dan 157, Al-mu'minun ayat 102, Al-Baqarah ayat 5, Ali Imron ayat 104, At-Taubah ayat 88, An-Nur ayat 51, Ar-Rum ayat 38, Luqman ayat 5, Al-Mujadalah ayat 22, Al-Hasyr ayat 9, dan at-Taghobun ayat 16.  Jika diklasifikasikan soal pembahasannya secara umum, maka diksi "al-muflihun" pada ayat-ayat tersebut kira-kira sebagai berikut: pertama, tentang berbuat baik dan timbangan amal baik seseorang. Ini terdapat pada Ar-Rum ayat 38, Al-A'raf ayat 8 dan Al-Muminun ayat 102. Kedua, tentang hidayah Allah untuk seseorang. Ini terdapat pada Al-Baqarah ayat 5 dan Luqman ayat 5. Ketiga, tentang ketaatan kepada Allah dan Rosul. Ini terdapat pada Al-A'raf ayat 157, An-Nur ayat 51, At-Taubah ayat 88, at-Taghobun ayat 16, dan Al-Mujadalah ayat 22. ...

Fir'aun dan Keberuntungan (Al-falah)

Kisah nabi Musa dan Firaun sepertinya cukup familiar di kalangan muslim. Bagaimana keangkuhan dan kesombongan Fir'aun. Bagaimana ketakutannya pada mimpinya sendiri akan lahirnya anak laki-laki yang akan menghancurkannya yang kemudian ia membunuh semua anak laki-laki yang baru lahir. Bagaimana nabi Musa yang baru lahir selamat justeru karena sikap istri Fir'aun sendiri. Dan kisah-kisah lainnya.  Ternyata kata "aflaha" yang hanya tertera empat kali saja di dalam Al-Quran, salah satunya terkait dengan kisah nabi Musa dan Fir'aun ini. Yaitu terdapat di surat Thaha ayat 64. Ayat 64 ini bagian dari kesatuan dari ayat 60.  فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى (60) قَالَ لَهُمْ مُوسَى وَيْلَكُمْ لَا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى (61) فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى (62) قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِ...

Menafsir Gambar dan Teks Keberuntungan (Al-falah)

Kepastian itu samar. Pasti tapi tak pasti. Terlebih jika kepastian itu dikaitkan dengan bentuk. Sebab yang namanya bentuk, semuanya berpotensi berubah. Di situlah letak ketidakpastiannya. Gelas kopi yang terlihat pasti bentuknya bisa menjadi kepingan beling. Asbak rokok, meja, televisi,  Meski begitu, tak sedikit orang yang tetap mendambakan terjadinya kepastian dalam bentuk.  Menjadi juara di perhelatan AFF kemarin adalah dambaan Asnawi Mangkualam dan kawan-kawan di Timnas Indonesia. Pendambaan atas kepastian ini perlahan menjadi kekuatan untuk terus bertahan ataupun menyerang. Pun untuk para penonton dan pendukung timnas, dambaan kepastian menjadi juara adalah kekuatan untuk terus mendukung -melakukan sesuatu yang membuat kepastian semakin dekat dan terwujud. Tak hanya sepak bola, hampir di semua kegiatan manusia -perseorangan atau komunal- bentuk kepastian menjadi sesuatu yang begitu didamba. Pasangan muda mudi yang tengah kasmaran misalnya, mendambakan bentuk hubungan yang...