Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104 (bag-2)



Tak sedikit yang menyatakan Ali Imron ayat 104 adalah ayat tentang dakwah. Terlebih, di dalamnya ada frasa amar makruf dan nahi Munkar yang terkadang menjadi landasan dan jargon dalam kegiatan (individu atau kelompok) atas nama dakwah. Meski demikian, saya tetap melihat ada unsur lain pada ayat ini yang bisa menjadikan seseorang beruntung. Apa itu?

Sekadar gambaran, sebab-sebab turunnya Ali Imron ayat 104;
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف و ينهون عن المنكر و أولئك هم المفلحون  
tak disebut secara spesifik. Al-Wahidi dan As-Suyuthi menerangkan sebab-sebab turun (asbab Nuzul) ditemui pada ayat 101 sampai 103, lalu lompat ke ayat 110. Sementara At-Thobari bilang ayat ini turun bersamaan dengan dua ayat sebelumnya. Nah, Ibnu Abbas menjelaskan ayat 101 sampai 103 ini turun karena ada selisih paham beberapa orang dari suku Aus dan Khazraj yang hampir saja beradu pedang. 

Dari sebab turunnya ayat, terlihat unsur interaksi, adat istiadat, dan identitas (suku Aus dan Khazraj), sikap (Nabi Muhammad), dan pandangan (ajaran Islam). Jika ditelusur, hal-hal tersebut adalah elemen-elemen yang (mestinya) ada dalam masyarakat; hubungan antar sesama manusia (Hablum minan-Nas). 

Termasuk hubungan dengan Allah (Hablun minallah). Seperti yang dikatakan Hamka dalam tafsir Al-Azhar bahwa Ali Imron ayat 104 ini merujuk pada ayat 103 yang isinya seruan untuk menjaga kenikmatan yang Allah berikan. Di antaranya, kenikmatan persaudaraan (ukhuwah), kelembutan hati, dan kebaikan-kebaikan ('urf) yang dikenal, dimengerti, serta diterima oleh masyarakat. 

'Urf ini lebih dikenal dengan ma'ruf. Prof. Quraish Shihab bilang, ma'ruf itu segala sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat selama masih dalam koridor "al-khoir" (yang berarti nilai-nilai universal yang diajarkan Al-Qur'an dan Sunnah). Dari sini, terdapat perbedaan antara "al-khoir" dengan "al-ma'ruf" meskipun keduanya bisa diartikan dengan kebaikan atau hal baik. 

Al-khoir lebih universal, sementara ma'ruf lebih mengarah pada nilai-nilai dan kebaikan yang diketahui, dikenal, dan diakui sebagai standar umum kebaikan pada suatu masyarakat. Dan tentu saja kebaikan umum pada suatu masyarakat bisa berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, terlebih seperti Indonesia yang memiliki bejibun suku dan adat. 

Nah, karenanya "ma'ruf" ini sering disandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan baik dalam suatu masyarakat. Istilahnya "al-'adaat al-mu'tabaroh" yang dipraktikkan oleh suatu masyarakat. Atas landasan ini pula para ulama Ushul fikih mengatakan 'urf' menjadi salah satu sumber hukum Islam: bahwa adat yang baik bisa dijadikan pijakan hukum. 

Kemudian ada kata "min" dari ولتكن منكم أمة pada ayat ini yang menurut Prof Quraish Shihab bisa berarti dua hal. Pertama, menyatakan sebagian. Ini berarti tidak semua orang bisa melakukan menyeru (Mengajak dan mendoakan) kepada nilai-nilai kebaikan secara universal sesuai Al-Qur'an dan Sunnah (يدعون إلى الخير), amar ma'ruf, dan nahi Munkar. 

Tapi, yang kedua, kata "min" ini pun bisa berarti berlaku untuk semuanya. Ini berarti setiap orang bisa melakukan ketiga hal yang ada di surat Ali Imron ayat 104 ini. Tentu saja menurut Prof. Quraish Shihab, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 

Sungguh, saya sangat tertarik dengan diksi-diksi yang ada dalam Al-Quran. Di antaranya kata "wal yakin minkum" ini. Diksi ini seolah ingin menegaskan tentang proses menjadi. Padahal Allah bisa saja langsung menjadikan. Misalnya, jadilah kau wahai Fulan. Atau jadilah kau wahai umat "anu" dengan menyebut nama suatu umat. Tapi Allah menggunakan diksi yang lebih mengarah pada proses menjadi. Proses untuk menjadi. 

"Waltakun minkum ummatun" ini seakan-akan Allah bilang, wahai kalian (individu atau kelompok masyarakat) berproses lah kalian untuk menjadi umat yang "Yad'uuna ila al-khoiri, wa ya'muruuna bila ma'ruufi, wa yanhauna 'ani al-munkari". Berproses menjadi orang-orang yang seperti inilah yang akan membuat seseorang atau masyarakat yang beruntung. Tentu saja sesuai kemampuan masing-masing. 

Kriteria pertama yang mesti diupayakan seseorang atau kelompok orang agar beruntung menurut ayat ini adalah mereka yang "Yad'uuna ila al-khoiri". Seperti kata Prof Quraish Shihab, jika "al-khoir"adalah nilai-nilai universal yang diajarkan Al-Qur'an dan Sunnah, maka setiap orang mesti berproses untuk mengetahui nilai-nilai universal tersebut. 

Karena Ali Imron ayat 104 berdasar asbab nuzulnya ini terindikasi terkait dengan adat istiadat, identitas seseorang atau masyarakat, maka perlu mengenali dan mengetahui hal-hal tersebut dalam berinteraksi dengan seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Misalnya saat pergi ke suatu daerah atau suatu suku, hal yang perlu dilakukan adalah mempelajari dan mengetahui adat istiadat dan nilai-nilai yang mereka anut. 

Pun saat berinteraksi dengan seseorang. Sepertinya memang perlu untuk mengetahui nilai-nilai yang dianut. Saya jadi ingat salah satu teori dalam komunikasi yang bilang interaksi antar individu akan terbentuk, salah satunya ketika terdapat keterhubungan antara mereka. Di antara keterhubungan itu adalah, mengetahui hal-hal yang ada dan dimililiki teman bicara. hobi, ketertarikan,  dan kepercayaan, misalnya. Termasuk nilai-nilai kebaikan yang ada pada dirinya. 

Ketika mengetahui nilai-nilai universal tersebut, sepertinya akan memudahkan seseorang untuk menjalin silaturahmi. Dan ketika ini sudah terbangun, terkait kesempatan dan peluang-peluang baru pun akan semakin terbuka. Seperti Richard J Wiseman yang bilang, orang beruntung  adalah mereka yang bisa menangkap lalu mengoptimalkan segala peluang dan kesempatan baru yang ada. 

Maka, jika menggunakan pendekatan Al-Quran, maka lebih jauh trik pertama dalam berinteraksi dan membuka peluang adalah mempelajari segala nilai-nilai kebaikan yang dianut seseorang atau sekolompok orang. Untuk mempelajari ini tentu saja diperlukan sikap dan pikiran yang terbuka. Maksudnya, perlu pemahaman bahwa setiap orang memiliki nilai-nilai kebaikan masing-masing, pun nilai-nilai kebaikan yang universal.

Pada tulisan sebelumnya tentang hubungan sholat dan harapan baik
yang mengindikasikan bahwa orang-orang yang beruntung adalah mereka yang memiliki harapan-harapan dan doa-doa yang baik, Maka hal yang perlu dilakukan oleh seseorang adalah berproses dan mengetahui nilai-nilai universal yang dianut masing-masing individu atau kelompok.

Allahu a'lam bisshowab

*Tentang amar makruf dan nahi Munkar, akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya, insyaallah.

Sawangan Baru, 05012022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)

"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)