Antara Mencegah dan Mengubah dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-4)
Hadits ini setidaknya bisa dilihat pada lima kitab. Pertama, Shahih Muslim pada kitab al-iman Bab Bayanu Kaun al-Nahy 'an Munkar minal-Iman (bab penjelasan tentang eksistensi mencegah kemungkaran dari keimanan -penulis). Nomor haditsnya 186 dan 187. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Abu Bakar bin Abu Syaibah.
Kedua, Sunan Abu Dawud pada kitab al-Shalat bab al-Khutbah Yaum al-Id. Nomor haditsnya 1142. Ada juga di kitab al-Malahim bab al-Amru wa al-Nahyu. no haditsnya 4342. Abu Dawud meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Muhammad bin Al'Ala.
Ketiga, Sunan al-Tirmidzi pada Kitab al-Fitan ’an Rasulillah bab Maa Ja-a Fi Taghyir al-Munkar bi al-Yad au bi al-Lisan au bi al-Qalb. Nomor haditsnya 2327. Tirmidzi meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Abdurrahman bin Mahdi.
Keempat, Sunan al-Nasa`i pada Kitab al-Iman wa Syara’iuhu bab Tafadhulu ahl al-Iman. Nomor haditsnya 5025 dan 5026. An-Nasa'i meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Abdul Hamid bin Muhammad.
Dan kelima, Sunan Ibnu Majah pada Kitab Iqamat al-Shalat wa al-Sunnah Fiha Bab Ma ja-a Fi Shalat al-'Idain. Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui jalur sanad Abu Quraib.
Nah, ketertarikan saya lagi-lagi pada diksi yang terdapat pada Ali Imron ayat 104 dan hadits yang populer tersebut.
Di Ali Imron ayat 104, diksi yang dipakai adalah "yanha" (ينهى) asal katanya "nahaa-yanhaa" (نهى- ىنهى) yang bisa diartikan dengan mencegah. Sementara diksi yang dipakai pada hadits tersebut adalah "yughoyyiru" (يغير) asal katanya ghoyyaro-yughoyyiru (غير-يغير) yang bisa diartikan dengan mengubah. Dari kedua diksi tersebut sepertinya ada perbedaan, bukan? Yang satu mencegah, yang lain mengubah.
Analoginya kira-kira seperti ini. Misalnya, saya ingin jadi orang beruntung. Salah satu yang mesti saya lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, sia-sia, bathil, dan jelek (lagwun).
Nah, kalau saya menggunakan kata mencegah, maka yang saya lakukan adalah mengupayakan agar diri ini tidak melakukan hal-hal yang masuk ke "lagwun" tersebut. Misalnya dengan mengisi waktu dengan membaca dan menulis, dan lain sebagainya agar waktu luang saya terisi hal-hal bermanfaat.
Sementara kalau saya menggunakan kata mengubah, maka yang saya lakukan adalah melihat apa saja hal-hal "lagwun" yang sudah atau sedang saya lakukan. Misalnya, ternyata banyak waktu luang, yang saya gunakan hanya dengan melamun, tidak melakukan apa-apa, bahkan hanya lihat media sosial yang isinya sekadar hiburan dan tidak menambah ilmu pengetahuan, serta tidak meningkatkan kapasitas diri saya, maka yang perlu saya lakukan adalah mengubah semua itu. Misalnya, melihat YouTube yang isinya bermanfaat, membaca buku, menulis, dan lain-lain.
Dari diksi tersebut, sepertinya surat Ali Imron ayat 104 lebih menekankan pada pencegahan. Namanya mencegah, berarti jangan sampai sesuatu yang dianggap mungkar itu terjadi. Sementara pada hadits tersebut lebih condong ketika sesuatu yang dianggap Munkar itu telah terjadi atau dilakukan.
Ketika sesuatu belum terjadi dan sudah terjadi, tentu saja menyikapinya pun berbeda. Untuk sesuatu yang belum terjadi dan tidak ingin itu terjadi, yang diperlukan adalah mengetahui bahwa sesuatu itu masuk kategori Munkar atau tidak. Lagi-lagi ini terkait ilmu dan pengetahuan.
Lalu, bagaimana agar bisa tahu, punya ilmu dan pengetahuannya? Jawabannya, ya belajar. Mencari tahu. Kalau gak belajar dan mencari tahu, gimana bisa tahu, bukan? Bukankah belajar itu sampai seseorang mati?
(Bersambung ke tulisan selanjutnya, atau bisa lihat di sini)
Allahu a'lam bisshowab
Sawangan Baru, 07012022
Komentar
Posting Komentar