Tangan, Lisan, dan Hati dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-7)
Berikutnya diksi yang tertera pada hadits tersebut adalah tangan, lisan, dan hati (فليغيره بيده... بلسانه... فبقلبه). Saya melihat diksi-diksi ini lebih kepada bentuk sikap seseorang saat melihat kemungkaran. Tentu saja, sikap yang lahir dari pola pikir, pemikiran, pengalaman, termasuk keimanan seseorang.
Tangan bisa diartikan dan dilihat sebagai kekuasaan, kemampuan, dan kekuatan. Ketika seseorang punya "tangan" ini, lalu melihat kemungkaran, maka yang harus ia lakukan adalah mengubah kemungkaran itu dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemampuannya.
Tentu saja, kekuatan di sini bukan berarti memberi tonjokan, pukulan, hingga bogem mentah pada pelaku kemungkaran. Tapi mengubahnya dengan kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan yang dimiliki. Istilah sederhananya kebijakan.
Nah, dalam mengambil kebijakan, orang yang punya power macam ini, perlu kembali melihat "amar ma'ruf" yang mendahului dan dempet dengan "nahi Munkar". Bersikap dengan nilai-nilai kebaikan, menyeru pada kebaikan, pun berlandaskan kebaikan-kebaikan (universal atau al-khoir, dan kearifan lokal pun personal atau ma'ruf).
Kemudian lisan, bisa berbentuk ucapan. Tentu saja ucapan yang baik (qoulun ma'rufun) dan yang lembut (qoulun layyinan). Tidak berisi umpatan, caci maki, justifikasi, dan pelabelan-pelabelan negatif. Pun bisa berbentuk tulisan.
Selanjutnya, adalah diksi hati. Dalam Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah, diterangkan "fal yughoyyirhu... Bi qolbihi" adalah mengingkari adanya kemungkaran tersebur dan tidak meridhoinya sembari menyibukkan diri dengan berzikir kepada Allah. Hal ini seperti yang tertera pasa surat Al-Furqan ayat 72 yang artinya: "Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya."
(Ah, lagi-lagi saya jadi ingat salah satu kriteria orang yang beruntung adalah menjauhi hal-hal yang sia-sia, tidak bermanfaat, tidak berfaedah, bathil, jelek, yang masuk dalam kategori "lagwun".)
Nah, ada frasa atau kalimat sensitif dan riskan yang sering menjadi bahan untuk "menakut-nakuti" saat seseorang tidak melakukan apapun ketika melihat kemungkaran. Bahkan jadi bahan untuk "mengolok-olok" mereka yang hanya mengubah dengan hati saat melihat kemungkaran. Kalimat tersebut adalah: "dzalika adh'afu al-iman".
(Bersambung ke tulisan selanjutnya atau bisa lihat di sini)
Allahu a'lam bisshowab
Sawangan Baru, 07012022
Komentar
Posting Komentar