"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)

Semua hal terkait mengubah (yughoyyiru), dengan tangan, lisan, dan hati atas suatu kemungkaran pada hakikatnya adalah praktik keimanan. Semuanya adalah bentuk sikap yang lahir dari keimanan. Selain juga berasal dari pola pikir, pemikiran, dan kerja otak.

Ini seperti pendapat Imam Ibnu Rajab yang menyatakan amar ma'ruf nahi Munkar merupakan bagian dari praktik keimanan. Seseorang (muslim) yang mampu melakukan praktik keimanan tertentu, lebih utama daripada mereka yang meninggalkan praktik keimanan tersebut karena tidak mampu. Tapi bukan berarti mereka yang melakukan dengan hati adalah yang rendah imannya. Bukan.

Sebab pada Syarah Al-Arba'in An-Nawawiyah dijelaskan bahwa "adh'aful iman" bukan berarti orang yang hanya mampu mencegah dan menghentikan kemungkaran dengan hatinya adalah lebih lemah imannya. Sekali lagi bukan. 

"Adh'aful iman" lebih kepada hasil dari suatu sikap dan tindakan sebuah praktik keimanan. Adalah buah iman yang paling rendah. Sebab, sikap dan perbuatan merupakan buah dari keimanan. Dalam konteks nahi mungkar, buah keimanan yang paling tinggi adalah mencegah dengan tangan. 

Ya, Mengubah kemungkaran dengan kemampuan, kekuatan, dan kekuasaan yang diiringi kebijakan berlandas ilmu dan pengetahuan adalah buah (hasil) dari praktik keimanan.

Ini seperti yang dikatakan Kiayi Miftahul Akhyar, bahwa "adh'aful iman", sejatinya adalah orang yang hanya berdiam diri saat menyaksikan kemunkaran, mungkin karena ketidakmampuan, itulah yang dikatakan sebagai lemah iman. 

Sekali lagi, karena ketidakmampuan. Karena ketiadaan kekuatan dan kekuasaan, karena kekosongan ilmu dan pengetahuan yang ada pada diri seseorang. 

Semua sikap, perilaku, dan apapun yang dikerjakan, seseorang adalah bagian dari praktik keimanan. Termasuk saat melihat kemungkaran. Hal yang dilakukan seseorang atas kemungkaran tersebut adalah praktik keimanan. 

Sederhananya kira-kira seperti ini: seseorang beriman. Kemudian melihat kemungkaran. Nah, sikap dan perilaku yang ia lakukan saat melihat kemungkaran itu adalah buah dari keimanannya. Apa yang ia lakukan adalah praktik keimanannya. Artinya, praktik keimanan seseorang saat melihat kemungkaran akan berbeda-beda. 

Nah, yang paling rendah adalah mereka yang tidak melakukan apapun karena tidak mampu dan tidak tahu. Meski rendah, seenggaknya, orang yang tidak melakukan apa-apa itu pun masih bisa dibilang orang beriman, kan? 

(Bersambung ke tulisan selanjutnya atau bisa lihat di sini)

Allahu a'lam bisshowab

Sawangan Baru, 07012022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)