kemaluan (al-furuuj) dan keberuntungan (al-falaah)

Dalam Al-mu'minun ayat 5-7 diterangkan kembali soal orang-orang beriman yang beruntung. 

والذين هم لفروجهم حافظون. الا على ازواجهم أو ما ملكت أيمنهم فإنهم غير ملومين. فمن ابتغى وراء ذالك فاولىك هم العادون 

Para ulama sepakat bahwa ketiga ayat ini tentang hubungan biologis (seksual) yang baik. Artinya, seks yang tidak menyimpang dan halal. Seperti Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim yang menyatakan bahwa ketiga ayat ini Tentang keberuntungan bagi yang menjaga kemaluan mereka dari berbagai hal yang diharamkan Allah. 

Diceritakan pula sebab-sebab turunnya ayat ini, bahwa Umar seperti mendengar gemuruh suara lebah di depan wajah nabi. Umat terdiam. Beberapa saat kemudian nabi pun bersabda bahwa telah turun sepuluh ayat (Al-mu'minun ayat 1-10), siapapun yang menjalankannya akan masuk surga. 

....

Sejak kemarin hingga menjelang pagi ini, saya dibayang-bayangi pertanyaan: apakah ayat ini hanya tentang hubungan biologis dan perilaku seksual yang menyimpang? Apakah hanya itu?

Hingga akhirnya, sekitar pukul dua pagi lewat beberapa menit, saya kembali seperti mendapat "bisikan" (dan semoga ini bukan bisikan setan) tentang pandangan Imam Al-Ghazali tentang tasawuf yang disampaikan oleh Kiayi Said Aqil Siradj yang kemarin baru saja menyelesaikan pengabdiannya sebagai Ketua Umum PBNU dan digantikan Kiayi Yahya Cholil Tsaquf pada Muktamar NU ke-34 di Lampung.

Kiayi Said menjelaskan tentang sandal (na'lun) pada ayat suci yang menceritakan tentang nabi Musa ketika menghadap Allah. Ayat tersebut berbunyi "fakhla' na'laika". Artinya lepaskan sandalmu.

Para ahli fiqih mengatakan bahwa "na'lun" di situ ya sandal secara fisik dan lahiriah. Layaknya sandal yang dipakai kemana-mana. Sementara para ahli tasawuf mengatakan itu bukan sandal secara lahiriah tapi sandal secara batiniah. Yaitu hawa nafsu. Jadi, saat seseorang ingin menghadap Allah (sholat, misalnya), mesti "menanggalkan" hawa nafsunya.

Terjadilah perdebatan antara kedua pandangan tersebut. Kemudian Imam Al-Ghazali pun datang dengan pandangan bahwa keduanya benar. "Na'lun" yang dimaksud bisa secara lahir bisa secara batin. Keduanya sama-sama benar.

Nah, berdasar pandangan itu, saya pun mencari arti dan makna lain dari kata furuuj (الفروج) yang terdapat pada Al-Mu'minun ayat ke-lima ini. Dan ternyata kata yang akar katanya terdiri dari fa-ro-jim (ف-ر-ج) ini memiliki banyak arti. 

Dalam berbagai kamus, seperti Al-Munawir dan Al-Ma'ani, Selain berarti kemaluan, kata ini pun bisa berarti: pertama, kehormatan. Kedua, kenyamanan. Ketiga, kesenangan. Keempat, kelapangan. 

Nah, jika melihat dengan pandangan lain, tidak secara fisik dan lahiriah, maka, bisa dibilang bahwa orang-orang beriman yang beruntung, adalah:

Pertama, orang-orang yang menjaga rasa malu. Ini seperti yang dikatakan bahwa malu itu bagian dari iman. Ketika seseorang menjaga rasa malunya alias tidak melakukan hal-hal yang memalukan atau membuat malu dirinya, keluarganya, dan orang-orang, bisa dikatakan inilah orang yang beruntung. 

Kedua, orang-orang yang menjaga kehormatan. Ini terkait integritas seseorang. Mulai dari keterampilannya (skill), sikap, kapabilitas, hingga kredibilitas. Jadi, ketika seseorang menjaga semua itu, keberuntungan akan mendekatinya. 

Ketiga, orang-orang yang bisa menjaga (-mengelola dan mengatur) situasi dan kondisi nyaman, senang, dan lapang mereka. Ya, tak sedikit orang yang terpeleset saat berada dalam hal enak macam ini. Hingga waktu banyak terlewat dengan sia-sia (ingat kan tentang salah satu ciri orang beruntung adalah yang meninggalkan "lagwun" alias hal yang sia-sia?). Nah, orang-orang yang bisa mengatur dan mengendalikan masa-masa nyaman, senang, dan lapang mereka, tentunya dengan hal-hal bermanfaat, sepertinya akan beruntung.

Allahu a'lam bisshowab

Sawangan Baru, 26122021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)

"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)