Keberuntungan, Harapan, dan Ketenangan (pandangan lain tentang al-falaah dan sholat Khusyuk)


Ayat suci selanjutnya yang menegaskan tentang orang yang beruntung terdapat pada surat Al-mu'minun ayat 1 yang bunyinya:

قد افلح المؤمنون

Artinya: sungguh, telah Beruntung orang-orang yang beriman. Ayat ini bisa dibilang ayat yang munasabah. Artinya, punya kedekatan, kemiripan, dan keterkaitan dengan ayat lain. Bisa ayat dengan ayat. Bisa surat dengan surat. 

Jika ditelusuri, ayat pertama surat Al-mu'minun "ber-munasabah" ke ayat-ayat selanjutnya, sampai ayat ke-sepuluh. 

Orang-orang beriman yang beruntung, dijelaskan sebagai berikut. Pertama, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya. 

Terang Ibnu Katsir khusyuk itu tenang dan tunduk. Sementara Asfahani dalam kitab Mufrodat Al-fazh Al-Quran, bilang khusyuk itu diam dan tenang pada hati dan anggota badan. 

Dimulai dari takbir dan diakhiri salam itu arti sholat secara definisi. Secara bahasa sholat diartikan dengan doa. Berdoa. 

Kalau ditilik secara bahasa, bisa dibilang sholat yang khusyuk adalah berdoa dengan hati dan anggota badan yang tenang. Setidaknya ada dua hal di situ. Pertama, berdoa. Kedua, tenang. 

Kegiatan berdoa bisa dibilang kegiatan membangun "kontak" dan hubungan dengan Dzat Yang Maha Segalanya. Membangun komunikasi dengan Tuhan, Tempat bergantung. 

Kebanyakan, isi doa adalah sesuatu yang belum dimiliki, ingin dimiliki, dan ingin terus dimiliki oleh yang meminta. Permintaan itu pun kemudian menjadi sebuah harapan. Harapan agar apa yang diinginkan dan diminta terwujud. 

Ini berarti setidaknya ada tiga hal yang didapati ketika seseorang berdoa. Pertama, kesadaran akan sesuatu yang belum dimiliki. Kedua, keinginan untuk mendapatkan apa yang belum dimiliki. Ketiga, tersimpan  harapan bahwa yang belum dimiliki dan ingin didapatkan tersebut akan terwujud. 

Ini seperti penelitian Richard Wiseman yang bilang bahwa salah satu ciri orang beruntung adalah selalu memiliki harapan-harapan yang baik. 

Nah, orang beriman yang beruntung, bisa jadi adalah mereka yang selalu punya harapan baik. Dan harapan baik itu diarahkan kepada Tuhan. Hal ini disimbolkan dengan sholat. 

Selanjutnya adalah hal yang condong pada psikologis, keadaan batin, pun sikap seseorang, yaitu tenang. 

Saya jadi teringat sebuah teori yang mengatakan: ketika emosional seseorang meninggi kemampuan berpikir (otaknya) menurun. Sebaliknya, ketika kemampuan berpikir (otaknya) naik emosionalnya turun. Contohnya adalah ketika seseorang marah, biasanya akan melakukan sesuatu yang tidak dipikirkan. Memukul lah, menghina lah, mencaci lah, hingga membunuh. Ini disebabkan karena kemampuan berpikir baiknya menurun. Ia tak peduli resiko dan tak memikirkan konsekuensi dari apa yang dilakukan saat marah. 

Pun sebaliknya. Misalnya, ada orang yang punya uang 10.000 lalu lihat seseorang tengah kelaparan. Otak akan langsung bekerja dan bilang: kalau uang itu dikasih, maka akan berkurang bahkan habis. Jika mengikuti pikiran seperti ini, maka kepedulian (rasa, empati) akan menurun. 

Beberapa ahli mengatakan kunci agar kemampuan akal dan hati seimbang adalah sikap tenang. Tenang pikiran. Tenang hati. Dicontohkan saat seseorang mengalami masalah. Saat tidak tenang, antara otak dan hati, salah satunya akan meninggi. Tapi, jika keadaan itu dikendalikan dengan tenang keduanya akan stabil lalu berfungsilah keduanya dengan baik. 

Tenang dalam kamus masuk ke dalam kata sifat. Sesuatu disebut sifat jika hal tersebut terus melekat, terus dilakukan, dan terus berada pada sesuatu (benda, orang, dan sebagainya). Dalam KBBI, sifat dinyatakan sebagai rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda, keadaan yang menurut pada kodratnya, ciri khas yang membedakan, dan dasar watak, tabiat. 

Dalam bahasa Arab kata sifat bisa disebut juga dengan isim. Bedanya dengan Isim benda, Isim kata sifat menjelaskan sifat dari Isim benda. Kata sifat ini berfungsi untuk menyatakan identitas, memberi pembeda antara satu benda dan benda lainnya. 

Dalam gramatika bahasa Arab Kata sifat familiar disebut dengan na'at, yaitu sesuatu yang disebutkan setelah Isim atau kata benda. Fungsinya untuk menggambarkan keadaan atau sifat pada kata benda tersebut. Sementara benda yang disifati disebut man'ut.

Aturan main untuk na'at dan man'ut ini, sederhananya dibagi menjadi empat. 

Pertama, status i'robnya harus sama. Artinya, na'at harus mengikuti i'rob man'ut. Misalnya jika man'utnya manshub, maka sifatnya (na'at) pun harus manshub yang ditandai dengan fathah. 

Kedua, na'at harus mengikuti kedudukan mudzakkar atau mu'annatsnya. Kebanyakan orang bilang ini lekat dengan gender. Mudzakkar itu laki-laki, mu'annats itu perempuan yang ditandai dengan 'ta marbutoh". Padahal tidak melulu seperti itu. 

Ketiga, na'at mesti mengikuti bentuk mufrod atau jamak. Single atau plural. 

Keempat, na'at mengikuti makrifah dan nakiroh. Makrifah itu menunjukkan arti khusus. Kalau dalam bahasa Inggris seperti "the". Cirinya makrifah ada Alif lam di awal kata benda. Sementara nakiroh menunjukkan arti umum. Ditandai dengan tanwin dan tidak diawali dengan Alif lam.

Kalau melihat etimologi kata sifat tersebut, ini berarti sifat itu akan selalu mengikuti yang disifati. Nah, kalau tenang adalah kata sifat (na-at) maka orang yang bersifat dan melakukannya disebut man'ut. Ini berarti, tenang adalah sesuatu yang sebenarnya ada dan terus mengikuti manusia. Siapapun itu. Laki-laki atau perempuan. 

Hanya saja, sekuat apapun, sehebat apapun na'at, mesti dan harus mengikuti man'ut. Jika man'ut tak berkenan, ia tak lagi jadi man'ut. Artinya sesuatu (Benda, orang, dan sebagainya) lah yang membuat menentukan apakah akan jadi man'ut atau tidak. Termasuk seseorang, ia akan bisa menjadi seseorang yang tenang, jika memilih untuk bersifat tenang.

Ini berarti, ada proses dan upaya agar seseorang bisa tenang. Tentu saja ini terkait dengan pola pikir, pengalaman, keyakinan, dan hal-hal yang mempengaruhi. Layaknya sebuah sikap, Jika diasah dan dilakukan terus menerus akan menjadi sifat. Walau beberapa ahli menyatakan tak selamanya sikap seseorang terwujud dalam prilaku. Misalnya sikap tenang. Seseorang tak selalu menunjukkan perilaku yang tenang walau memiliki sikap tenang. 

Dari semua itu, orang-orang beriman yang beruntung adalah orang-orang yang selalu memiliki harapan baik. Harapan baiknya diarahkan pada Tuhan, disertai dengan tenangnya hati dan pikiran dalam bersikap dan bertindak. 

Allahu a'lam bisshowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)

"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)