Keberuntungan (al-falaah) dalam Infak, Sedekah, dan Zakat.
Al-mu'minun ayat 4 menjelaskan kriteria selanjutnya dari orang-orang beriman yang beruntung. Yaitu orang-orang yang mengerjakan zakat.
واللذين هم للزكاة فعلون
Menariknya, ayat ini ternyata bukan hanya soal zakat yang wajib itu. Ya, menurut Al-Asfahani dalam Mufrodat Al-Fadz Al-Quran menerangkan bahwa zakat yanh dimaksud pada ayat tersebut adalah infaq. Ya, infaq. Sebab, zakat yang difardhukan (diwajibkan) dalam ajaran Islam baru mulai pada tahun ke 11 Hijriah. Sedangkan ayat ini diturunkan di Mekah (surah makiyah) bukan surah madaniyah. Al-Asfahani pun menyatakan bahwa ayat ini tentang infaq tathawwu' alias Sunnah seperti sedekah (sodaqoh).
Meski terlihat sama, sebenarnya terdapat perbedaan dari infak, sodaqoh, dan zakat. Sederhananya, Infaq lebih umum. Sedekah menjadi bagian dari infaq. Sedekah terbagi menjadi dua, yaitu sedekah wajib dan sedekah Sunnah. Sedekah wajib inilah yang kita kenal dengan zakat.
Lebih jelasnya, Fakhruddin Al-Razi dalam kitab Mafatih Al-Ghoib menyatakan bahwa infak adalah membelanjakan harta-benda untuk hal-hal yang mengandung kemaslahatan. Oleh karena itu, orang yang menyia-nyiakan harta-bendanya tidak bisa disebut sebagai "munfiq" (orang yang berinfak).
"واعلم أن الإنفاق هو صرف المال إلى وجوه المصالح، فلذالك لا يقال الماضيه أنه منفق"
Sementara sedekah menurut Ar-Raghib Al-Ishfani yang dinukil oleh Abdurra'uf Am-Manawi dalam kitab At-Taufiq fi Muhimmat At-Ta'rif, adalah harta benda yang dikeluarkan seseorang dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Namun, pada dasarnya, sedekah itu digunakan untuk sesuatu yang disunnahkan sementara zakat untuk sesuatu yang diwajibkan.
Selanjutnya zakat, menurut Muhammad Al-Khotib Asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj ila Ma'rifati Al-Fadz al-Minhaj, adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok tertentu dengan pelbagai syarat-syaratnya.
Nah, jika kembali pada Al-mu'minun ayat 4 yang menurut Al-Asfahani adalah ayat tentang infaq, ini berarti semua orang yang berinfak, bersedekah sunah, dan bersedekah wajib (berzakat) adalah orang-orang yang beruntung.
Lebih jauh, karena semua itu (infak, sedekah Sunnah, dan sedekah wajib) sangat lengket dengan berbagi, maka bisa dibilang, orang-orang yang suka berbagilah yang masuk ke dalam kriteria orang-orang yang beruntung.
Berbagi apa?
Tentu saja semua hal yang bisa dibagi, asal landasannya adalah kemaslahatan dan kebaikan. Hingga Nabi Muhammad pun pernah bilang senyum kita pada orang lain pun bentuk sedekah.
Saya jadi teringat pengajian kitab An-Nashoihu Al-Diniyyah wa Al-Washoya Al-Imaniyah, Hujjah Ahlus Sunnah Wal-Jamaah, Fathul Qorib dan Ihya Ulumuddin, yang dikaji bergantian setiap malam Kamis di Pesantren Ittihadusysyubban Sawangan Baru, Dalam salah satu sesi materinya, Kiayi Muhammad Abdul Mujib mengatakan, jika ada yang menyerahkan sesuatu (berbagi) dan "kata" yang digunakannya adalah infak, itu berarti si penerima mesti menyalurkan semua pemberian itu untuk hal yang dimaksud. Misalnya untuk beli "lekar" ya semua yang dikasih orang dengan bahasa infak tersebut mesti buat "lekar" semua. Karenanya, Kiayi Abdul Mujib menyarankan agar menggunakan kata sedekah setiap kali berbagi dan memberikan sesuatu pada orang lain.
Ya. Infak, sedekah, dan zakat adalah tentang berbagi dan memberi. Meski para ulama menyatakan bahwa semua itu bertujuan untuk mendekatkan diri pada Allah, tapi sepertinya semua makhluk pun akan mendekat, bukan hanya Allah saja yang akan dekat. Sebab, siapapun yang diberi dan menerima sesuatu, terlebih itu mengandung maslahat, sepertinya akan senang. Karena senang, ia akan berterimakasih pada yang memberi.
Dan inilah sikap yang perlu dilakukan agar menjadi orang yang beruntung, yaitu suka berbagi dan memberi apapun yang mengandung maslahat dan kebaikan.
Allahu a'lam bisshowab
Sawangan Baru, 25122021
Komentar
Posting Komentar