Intuisi (Prinsip Kedua Agar Menjadi Orang yang Beruntung)
Prinsip Kedua yang mesti dipegang agar menjadi Orang yang beruntung menurut Wiseman adalah percaya kepada intuisi, firasat dalam melihat dan memutuskan sesuatu.
Ini seperti yang pernah ditemukan Al-Ghazali tentang konsep ide dan ilmu. Al-Ghazali menyatakan bahwa setiap orang punya "Bashir" dan "bashiroh".
Bashir adanya di kepala. Akal, logika, dan sepupu-sepupunya yang lain yang akrab dengan aktifitas otak. Sementara Bashiroh letaknya di dalam diri. Lazimnya orang-orang akan menunjuk ke dada. Hati.
Di dalam Bashiroh itu ada yang namanya dzauq. Bahasa Indonesianya intuisi. Dzauq ini bertugas untuk menangkap Khowathir, jamak dari khothiroh, yang berarti lintasan ide (ilmu).
Al-Ghazali mengatakan ada empat macam khothiroh. Pertama ilahiyah. Bersifat ketuhanan. Kedua, malakutiyah. Ketiga, syahwatiyah. Keempat syaitoniyah. Saya tak ingin membahas lebih jauh soal ini.
Yang ingin saya tekankan adalah, lintasan ide (Khowathir) ini jika diasah akan menjadi Ilham. Dan semua itu hanya bisa ditangkap oleh dzauq yang ada di Bashiroh.
Sementara indera, akal dan logika manusia yang ada di Bashir tidak bisa untuk menangkapnya.
Nah dzauq inilah intuisi. Intuisi yang sering keluar dari koridor logika dan akal. Misalnya, Anda pernah merasa tidak tenang, tidak enak di dalam diri, tapi akal dan logika tidak tau apa penyebabnya. Lalu tiba-tiba Anda ingin menelpon orang tua, begitu saja, tanpa tau kenapa. Cuma ingin telepon saja. Ternyata setelah telepon, Anda dapat kabar orang tua tengah sakit.
Atau mungkin Anda pernah mempertimbangkan antara dua hal. Secara logika, kedua pilihan itu sama-sama kuat, sama-sama penting dan berharga. Tapi, ada semacam bisikan agar memilih salah satunya. Lalu Anda memilih "bisikan" itu. Di situ Anda audah mengikuti intuisi.
Contoh yang lain; tiba-tiba saja Anda mendapat peluang dan kesempatan usaha untuk jualan pakaian. Kalau mengikuti logika dan akal, Anda akan banyak sekali pertimbangan, seperti modal, takut gak laku, gimana jualannya, dimana jualannya, target pasarnya siapa, dan seterusnya. Ujung-ujungnya peluang dan kesempatan itu berlalu begitu saja.
Nah, orang-orang yang beruntung ketika mendapati peluang dan kesempatan seperti itu, biasanya akan mengikuti naluri, insting, lewat intuisi mereka untuk ambil atau tidak. Setelah memutuskan mengambil peluang (jualan pakaian itu, misalnya) barulah menggunakan akal dan logikanya.
Intuisi itu seperti "rasa". Sifatnya halus. Dan identik dengan hati. Sementara akal sifatnya keras. Identik dengan otak. Karenanya: dalam melihat, melakukan, hingga memutuskan sesuatu, seorang perlu menggunakan keduanya.
Pun ada yang bilang: otak itu keras, perlu hati untuk melembutkannya. Dan hati itu rapuh, perlu otak untuk menguatkannya.
Intuisi melihat hal-hal yang tersirat. Menangkap sesuatu yang tak tampak. Sementara otak lebih condong melihat dan menangkap sesuatu yang tampak: logis. Karenanya ketika melihat sesuatu otak akan langsung mengirimkan banyak "bekal" untuk jadi bahan pertimbangan.
Nah, orang-orang yang beruntung, kata Wiseman adalah mereka yang percaya pada kekuatan intuisinya. Mengikuti firasatnya.
Kira-kira sederhananya begini: Setelah menggunakan intuisi, barulah otak dan pikiran beraksi. Terlebih untuk hal-hal terkait alternatif-alternatif dan pilihan. Termasuk alternatif income dan segala peluang serta kesempatannya. Jadi, saat kita percaya dan menggunakan intuisi, lalu setelahnya diikuti pikiran yang jernih, saat itu keberuntungan semakin mendekati.
Allahu a'lam bisshowab
Komentar
Posting Komentar