Bagaimana Menjadi Orang yang Beruntung (Pandangan Lain Soal Keberuntungan)


Di tulisan sebelumnya, saya cerita tentang faktor keberuntungan yang perlu dimiliki seorang untuk berhasil dalam hidupnya. Lalu bagaimana dengan yang selalu merasa dan berpikir bahwa mereka orang-orang yang belum (tidak) beruntung? Apakah selamanya akan selalu tidak beruntung?

Ternyata beberapa ahli menyatakan bahwa keberuntungan bisa dibentuk karena memiliki pola dan alur yang bisa saja dilakukan oleh setiap orang. 

Ahli pertama adalah Dr. Tina Seelig, profesor di Departemen of Management Science and Engineering di Stanford University. Seelig menyatakan bahwa keberuntungan adalah setiap momen terbaik yang dialami dan terjadi pada seseorang. Dalam momentum terbaik itu banyak hal yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah seseorang mendapatkannya. 

Sayangnya, yang sering dilakukan seseorang malah membandingkan dirinya dengan orang lain. Ya, yang dilakukannya justeru malah melihat hal-hal tertentu (yang dianggap keberuntungan) pada kehidupan orang lain. 

Padahal, menurut Seelig, momen milik orang-orang yang dilihat itu, sebenarnya adalah hasil dari rangkaian proses dalam waktu yang tak terhitung. Ya, momentum dan kejadian terbaik (keberuntungan) pada orang lain bisa dikatakan hasil dari sebuah proses yang panjang.

Momentum atau hasil dari proses yang panjang itu seperti hukum sebab-akibat. Seperti kata pepatah: siapa yang menanam akan menuai. Contohnya, Jika seseorang terus berjualan pakaian, suatu saat ia akan sampai pada titik keberuntungan miliknya sendiri yangvtak jauh dari dunia jualan dan pakaian. 

Pandangan lainnya adalah yang menyatakan bahwa keberuntungan hanya datang pada orang-orang yang telah bersedia. Hal ini sama dengan teori tentang hubungan genetika dan lingkungan yang menentukan bagaimana hidup seseorang. Genetika dan lingkungan yang sama-sama membentuk diri seseorang. 

Begitu juga hubungan antara keberuntungan dan perilaku seseorang. Keberuntungan menangkap hal-hal yang terjadi pada seseorang, dan perilaku merangkum hal-hal yang dilakukan tersebut. Karenanya keberuntungan seseorang tidak pernah jauh dari apa yang dia lakukan sehari-hari. 

Jika seseorang terbiasa jualan, maka keberuntungan yang memihak pada dirinya juga dalam bidang jualan. Begitu pun dengan profesi dan bidang-bidang yang lain.

Ada lagi pendapat yang lain yang serupa, yaitu: Keberuntungan dihasilkan ketika seseorang tahu kapan dan bagaimana memimpin (mengendalikan) apapun yang dikerjakan dalam kehidupannya. 

Prinsip dasarnya, apapun yang dilakukan oleh seseorang memiliki hal-hal (dan pekerjan) lain yang terhubung. Karenanya, saat melakukan satu pekerjaan, hakekatnya seseorang pun tengah melakukan banyak hal lain sekaligus. 

Misalnya, saat seseorang jualan (satu pekerjaan), hakekatnya ia tengah melakukan hal lain, seperti berkomunikasi dengan orang lain, mempelajari produk yang dijual, menghitung modal dan harga jual, dan seterusnya. 

Meski tak terlihat dan terkesan kecil, hal-hal lain tersebut memiliki dampak untuk dirinya, orang lain, dan semesta. Itu terjadi jika ia terus melakukan sesuatu. Terus gerak. Terua usaha. Terus jualan pakaian, misalnya.

Sebaliknya seseorang yang hanya meratapi diri sendiri karena selalu merasa gak beruntung, kemudian takut untuk menarik hal-hal yang ada di dunia di luar dirinya, termasuk menarik orang lain dan hal-hal lain yang terhubung tadi, jelas tidak akan mendapatkan apa-apa karena ia tak melakukan apa-apa. 

Jadi, pekerjaan apapun, pemikiran dan hal sekecil apapun, hanya perlu terus dikerjakan dan dinikmati. Sebab hukum sebab-akibat, dan korelasi (keterhubungan) akan berlaku. Kemudian suatu saat akan memberikan hasil kerjanya. 

Lalu, ada lagi ahli yang menyatakan bahwa keberuntungan muncul dan disebabkan oleh adanya kondisi psikologis. 

Ia menyebut sebuah hukum yang disebut "the gambler's fallacy", yakni keyakinan bahwa sesuatu yang muncul akan berlawanan dari yang sudah terjadi sebelumnya. Dan otak manusia akan cenderung mencari pola pikir seperti ini. Sebab otak manusia secara otomatis dapat mengenali analisa statistik dari suatu keadaan. Hal ini ditegaskan dalam sebuah penelitian yang dirilis PNaS.

"Fungsi utama otak adalah untuk menghadapi ketidakmungkinan atau ketidakpastian dengan maksud mencari keteraturan (kebenaran)," jelas Yanlong Sun, seorang profesor fatogenesis dan imunologi mikroba.

Kemudian ada lagi penelitian yang cukup masyhur. Yaitu penelitian yang dilakukan Richard Wiseman, seorang profesor psikologi di University of Hertfordshire di Inggris. profesor ini melakukan penelitian bertahun-tahun dengan cara mengelompokkan orang yang merasa dan berpikir bahwa dirinya beruntung dengan mereka yang selalu merasa sial. Sekitar 400 orang menjadi objek penelitiannya.

Dari penelitiannya tersebut, Wiseman berhasil menyimpulkan karakter orang-orang yang beruntung. Dan menariknya karakter itu bisa ditiru. Bisa dilakukan oleh semua orang. 

Wiseman memulai penelitian dengan memasang iklan di koran nasional dan majalah. Ia meminta orang yang selalu beruntung -atau tidak beruntung-untuk menghubunginya. Selama bertahun-tahun itu, sekitar 400 orang, pria wanita, berusia dari 18 tahun sampai 84 tahun, datang kepadanya.

Bertahun-tahun Wiseman mewawancarai orang-orang ini dan mereka diminta mengisi buku harian, memberi jawaban, melakukan tes IQ, dan mengundang mereka ikut dalam sejumlah percobaan.

Hasilnya, Wiseman menegaskan bahwa pikiran dan perilaku diri sendiri lah yang menyebabkan keberuntungan atau ketidak-beruntungan itu. Dan kebanyakan orang tidak tahu mengapa mereka selalu beruntung atau selalu sial. 

Lebih lanjut Wiseman menjelaskan bagaimana orang yang selalu beruntung selalu bisa melihat peluang sedang orang yang sial, tak pernah bisa melihat peluang. Ini dilihatnya dari percobaanya dengan meminta orang-orang yang ditelitinya menghitung jumlah foto yang terdapat di sebuah koran yang diberikan.

Hasilnya, rata-rata, orang yang tidak beruntung membutuhkan dua menit untuk menghitung foto. Tapi orang yang beruntung hanya butuh satu atau dua detik. Kok bisa?

Ternyata, di halaman kedua koran itu diberi tulisan denganbhuruf sebesar lima sentimeter dan ruangnya sebesar setengah halaman yang bertuliskan: "Berhenti menghitung. Ada 43 foto di koran ini."

Orang beruntung bisa melihat tulisan mencolok itu, sedang orang sial tidak bisa melihatnya.

Wiseman pun membuat tulisan seukuran sama di bagian tengah koran. Tulisannya: "Berhenti menghitung. Bilang pada si peneliti jika Anda sudah melihat ini dan mendapatkan 250 poundsterling".

Tapi lagi-lagi, orang yang tidak beruntung tidak melihat tulisan itu sehingga tidak bisa mendapatkan 250 poundsterling (Rp 3,6 juta) dari peneliti saat itu juga. 

Dari penilitian itu menggambarkan bahwa orang yang tidak beruntung terlalu sibuk menghitung foto sehingga gagal memanfaatkan dua peluang. Padahal itu terdapat di satu koran saja.

Tak berhenti di situ, Wiseman pun melakukan tes kepribadian. Tes ini memperlihatkan bahwa orang yang tidak beruntung pada dasarnya lebih tegang daripada yang beruntung. Ketegangan inilah membuat mereka tidak bisa menangkap hal-hal di luar dugaan yang kadang menguntungkan. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak beruntung adalah orang-orang yang kaku dan tidak terbuka pemikiran serta sikapnya.

Soal ketegangan dan kaku ini, Wiseman melakukan percobaan dengan meminta orang-orang yang ditelitinya melihat kursor yang bergerak-gerak di tengah layar komputer. Tanpa ada tanda-tanda, sebuah titik besar kadang muncul di ujung layar. 

Wiseman menjanjikan hadiah untuk mereka jika memperhatikan kursor di tengah layar. Kebanyakan mereka menjadi tegang dan memusatkan perhatian pada kursor di tengah layar. Hasilnya, hampir sepertiga peserta tidak bisa melihat titik besar di ujung layar.

Nah, orang yang tidak beruntung, akan terlalu fokus pada satu hal sehingga melupakan hal lain yang kadang malah membawa keberuntungan yang tak terduga. 

Orang-orang yang merasa dan berpikir selalu tidak beruntung jualan pakaian, misalnya. Sepertinya, mereka akan sangat memusatkan perhatian agar bisa menjual pakaian lalu mendapatkan keuntungan dari penjualan semata. Padahal banyak hal lain yang bisa didapat. Contohnya, kesempatan mendapat banyak teman baru, mempelajari teknik-teknik serta strategi pemasaran, dan lain-lain. 

Berdasarkan riset Wiseman tersebut ternyata orang-orang itu selalu beruntung karena hal-hal berikut:

1. Orang beruntung trampil menciptakan dan melihat peluang bagus.

2. Orang beruntung membuat keputusan beruntung karena mengikuti naluri.

3. Orang beruntung menciptakan sugesti diri yang positif.

4. Orang beruntung cenderung bersikap tabah sehingga nasib sial berubah menjadi baik.

5. Orang beruntung menelaah pilihan hidup secara rasional sekaligus merasakannya, tidak hanya sisi rasional semata. Sisi perasaan ini menjadi alarm dan membuat orang berhati-hati mengambil keputusan.

6. Orang beruntung selalu mencoba hal yang baru, berbeda dengan orang yang tidak beruntung yang selalu melakukan hal rutin. 

7. Orang beruntung cenderung melihat sisi positif jika ada masalah. Jika terjatuh dan keseleo, misalnya, masih bersyukur karena tidak patah kaki.

Wiseman kemudian berpendapat bahwa keberuntungan bisa dipelajari. Ia pun membuat "kursus keberuntungan".
Psikolog ini meminta sekelompok orang yang beruntung dan tidak beruntung untuk ikut kursus selama sebulan. Mereka menjalani latihan yang memaksa mereka berpikir dan berperilaku seperti orang beruntung semua. Latihan ini membantu mereka melihat peluang, mendengarkan naluri, berharap beruntung, dan lebih tabah saat tidak beruntung.

Sebulan kemudian, orang-orang itu kembali dan melaporkan apa yang terjadi. Hasilnya dramatis, 80 persen orang itu sekarang lebih bahagia, lebih puas dengan hidup mereka, dan (yang terpenting) lebih sering beruntung.

Orang yang semula sudah merasa sering beruntung menjadi jauh lebih beruntung, sedang yang tadinya tidak pernah beruntung menjadi beruntung.

Jadi, Siapapun Anda, bisa menjadi orang yang selalu beruntung.

Sawangan Baru, 17122021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara "ro-a", "nazhoro", dan "bashoro" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-5)

Syukur (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ar-Rum ayat 38. bag-2)

"Adh'aful Iman" dalam Nahi Munkar (Kriteria Orang-Orang Beruntung pada Surat Ali Imron ayat 104. bag-8)